When I was Child

Dulu, waktu aku masih kecil, aku anak yang biasa-biasa aja. Aku sama seperti kalian yang suka mainan masak-masakan sama teman-teman, juga punya mainan banyak. Sampai suatu ketika, aku tumbuh, tubuhku yang mungil telah tumbuh, namun kepalaku botak.

"Botak!"

Itulah panggilanku. Aku terbiasa dengan panggilan itu. Hingga pada akhirnya orang tuaku pun tau mengenai hal itu. Berbagai cara telah ibuku lakukan untuk menumbuhkan rambutku, namun rambut itu tak kunjung terlihat dan teman-temanku masih tetap memanggilku dengan sebutan "Botak!"

Itulah awal mula mengapa ibuku selalu berusaha menyibukkanku dengan hal-hal positif. Sejak sebelum sekolah dimulai, aku selalu dipaksa belajar hingga aku bosan. Saat itu, rasanya porsi belajarku lebih banyak ketimbang porsi makanku. Aku kurus. Mungkin, ini juga salah satu faktor ketidakditerimanya aku di lingkungan sekolah.

Hari-hari berlalu, sama seperti biasanya, ibuku memberikanku semangat agar bisa menjadi manusia berambisi, namun tetap dengan jalan yang benar. Hingga pada akhirnya aku mendapatkan "Bintang Kelas". Namun, bagiku, menjadi bintang kelas tidaklah mudah. Aku harus terus belajar dan mempertahankan nilai-nilaiku yang nyaris sempurna pada saat itu. Tak jarang temanku meminta jawaban kepadaku, dan karena aku merasa telah berjuang sendirian, akupun menolaknya.

Mereka yang kutolak mulai tak suka denganku. Mereka seringkali membicarakanku, namun aku tak perduli. Aku menutup mata, hati, juga telingaku. Aku mendengarnya, namun aku seperti tak mendengarnya. Aku melihatnya, namun aku pura-pura tak tahu. Sejak saat itulah aku membenci diriku dan teman-teman yang merendahkanku. Dan aku pun selalu nyaman dengan "kesendirianku".

Tak sampai di situ saja, aku pernah dibenci oleh teman sebangku ku sendiri. Ia seringkali berkata kasar kepadaku, padahal aku tak berkata kasar kepadanya.

"Aku terluka!" kata hatiku.

Selain berkata kasar, dia juga pernah membullyku. Dia, dibantu dengan temannya menaruh sasa sachet di atas kepalaku. Beruntungnya, ada seorang teman baik yang memberi tahuku mengenai hal itu dan membantuku membersihkan serbuk sasa tersebut.

Jujur, aku tak suka dengannya. Apa alasan dia membenciku sebegitu besar? Aku ingin sekali membalas perbuatannya, tapi aku tak bisa. Akupun hanya bisa menangis dikala tak ada orang. Begitulah aku. Aku mengakui, aku cengeng. Aku tak punya banyak teman. Dan aku tak tahu kepada siapa aku harus berceritera selain ibuku. Karena aku tak bisa menceritakan hal buruk kepada ibuku (lagi). 

Hingga saat ini, aku mencoba diam. Aku mencoba menenangkan diriku dari amarah dan kekecewaan. Aku selalu berusaha mengembalikan diriku menjadi manusia yang baik, yang tak menjadi beban bagi orang lain. 

Jika memang aku memiliki salah, bicaralah denganku. Jika memang aku menyebalkan, peringatkan aku. Jika aku terlanjur meluapkan amarahku kepadamu, tataplah mataku dan berkata, "Tenanglah dan duduk".

Kuharap, kalian tak pernah melihatku ketika aku marah. Aku tak ingin menyakiti manusia lain. Maafkan aku untuk segala perbuatan yg tak kalian sukai.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Membuat SKTM Online/daring untuk Pengajuan Beasiswa di JakEvo

Seleksi PPKD Jakarta Barat Offline By Arum

Beasiswa OSC Medcom